my sense of imagination

ads1

Rabu, 03 Desember 2014



Oleh : Arif Riza Azizi
Dalam sejarah peradaban umat manusia, kemajuan suatu bangsa tidak hanya bisa dibangun dengan bermodalkan kekayaan alam yang melimpah maupun pengelolaan tata negara yang mapan, melainkan berawal dari peradaban buku atau penguasaan literasi yang berkelanjutan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun yang terjadi, pentingnya budaya literasi kurang diperhatikan sebagai kegiatan yang penting oleh masyarakat kita maupun pemerintah. Pemerintah disini, dimaksudkan sebagai pihak yang harusnya bisa memacu masyarakat untuk giat dalam kegiatan literasi, atau pihak pemerintah bisa menyelipkan-untuk tidak berkata menerapkan seutuhnya-kegiatan literasi di lingkungan pendidikan formal.
Secara sederhana, literasia atau literer istilah lain dari melek huruf secara fungsional adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berhitung, dan berbicara serta kemampuan mengidentifikasi, mengurai dan memahami suatu masalah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga terbitan Balai Pustaka, yang dimaksudkan dengan literer adalah (sesuatu yang) berhubungan dengan tulis-menulis. Dalam konteks kekinian, literasi atau literer memiliki definisi dan makna yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar.
Dalam paradigma berpikir modern, literasi juga bisa diartikan sebagai kemampuan nalar manusia untuk mengartikulasikan segala fenomena sosial dengan huruf dan tulisan. Bahkan menurut Kirsch dan Jungeblut (1993) dalam bukunya Literacy: Profiles of America’s Young Adults, literasi kontemporer merupakan kemampuan seseorang dalam memanfaatkan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas.
Di sisi lain, Besnier (dikutip dalam Duranti, 2001) dalam Key Concepts in Language and Culture, literasi adalah komunikasi melalui inskripsi yang terbaca secara visual, bukan melalui saluran pendengaran dan isyarat. Inskripsi visual di sini termasuk di dalamnya adalah bahasa tulisan yang dimediasi dengan alphabet atau aksara.
Menurut hemat penulis, kegiatan literasi dapat diartikan sebagai kegiatan membaca, membaca hal yang tekstual dan kontekstual, lalu menuliskannya sebagai sebuah kegiatan pendokumentasian. Jadi, dua aspek penting literasi adalah membaca dan menulis. Orang yang banyak menulis adalah mereka yang juga banyak membaca. Karena keduanya sangat berkaitan erat satu sama lain. Kita bisa mengaca pada apa yang dilakukan oleh pendahulu kita. Perlu diketahui, sosok Soekarno, Hatta, Tan Malaka, mereka rajin menulis dan membaca. Tulisan mereka menjadi sebuah dokumentasi dari perjalanan sejarah Indonesia, meski disisi lain ada maksud dari mereka untuk mendokumentasikan perjalanan sejarah keindividuaannya. Itulah cara mereka mengabadikan kisahnya menjadi monument sejarah yang terus bisa dikenang oleh kita.
Jika kita amati sekarang, pendidikan kita mandeg perkembangannya, khususnya dalam hal kesadaran pelajar akan pentingnya membaca. Pelajar kita seringnya membaca untuk mendapat nilai. Mereka belum menyadari arti penting membaca, yakni membaca itu sendiri. Pendidikan di Indonesia adalah pendidikan pembelajaran, bukan pendidikan berliterasi. Disini tidak ada tuntutan bahwasanya, pendidikan diarahkan kepada pendidikan literasi. Tapi, disini pendidikan literasi bisa menjadi alternatif yang bisa memecah kebekuan pelajar kita yang semangat membacanya masih minim.
 Literasi juga harus disadari bukan saja kegiatan yang tercakup dalam dunia pendidikan formal. Siapapun kita? Dimanapun kita berada? Tua-muda, besar-kecil,anak-anak atau dewasa, siapapun kita bisa melaksanakan kegiatan literasi. Dan kita harus menyadari pentingnya berliterasi, itulah yang perlu ditekankan. Literasi harus kita giatkan sebagai elemen penting pengisi rutinitas sehari-hari. Kita harus bisa “Mengejawantahkan Semangat Literasi Pemuda sebagai Rutinitas Sehari-hari”, secara berkelanjutan. Memang selalu sulit untuk melaksanakannya, tapi, kesulitan itu akan terurai dengan kesungguhan dan pembiasaan yang terus menerus. Mari Berliterasi!