Analisis
framing merupakan salah satu alternatif model
analisis yang dapat mengungkap rahasia dibalik sebuah perbedaaan bahkan
pertentangan media dalam mengungkapkan fakta. Analisis
framing dipakai
untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan
demikian realitas sosial dipahami, dimaknai, dan dikonstruksi dengan
bentukan dan makna tertentu. Elemen-elemen tersebut bukan hanya bagian
dari teknis jurnalistik, melainkan menandakan bagaimana peristiwa
dimaknai dan ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas politik,
bagaimana media membangun, menyuguhkan, mempertahankan, dan
mereproduksi, suatu peristiwa kepada pembacanya. Melalui analisis
framing akan
dapat diketahui siapa menendalikan siapa, siapa lawan siapa, mana kawan
mana lawan, mana patron dan mana klien, siapa diuntungkan dan siapa
dirugikan, siapa menindas dan siapa tertindas, dst.
Kesimpulan-kesimpulan seperti ini sangat mungkin diperoleh karena
analisis
framing merupakan suatu seni-kreativitas yang memiliki
kebebasan dalam menafsirkan realitas dengan menggunakan teori dan
metodologi tertentu. Ada dua esensi utama dari analisis
framing yaitu,
Pertama, bagaimana peristiwa dimaknai. Ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan mana yang tidak diliput.
Kedua, bagaimana fakta ditulis. Aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk mendukung gagasan.
- AKAR HISTORIS ANALISIS FRAMING.
Analisis
framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai
framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson pada tahun 1955. Mulanya,
frame dimaknai
sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang
mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang
menyediakan ktegori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas.
Namun, kemudian pengertian
framing berkembang yaitu ditafsirkan
untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan aspek-aspek
khusus sebuah realita oleh media. Dalam ranah studi komunikasi, analisis
framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau
perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas
komunikasi.
Analisis
framing sebagai suatu metode analisis isi media,
terbilang baru. Ia berkembang terutama berkat pandangan kaum
konstruksionisme. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan
tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Konsep
mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif,
Peter L. Beger bersama Thomas Luckman, yang banyak menulis karya dan
menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial dan realitas. Tesis
utamadari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang
dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Bagi Berger,
realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah tidak juga sesuatu yang
diturunkan Tuhan, tetapi ia dibentuk dan direkonstruksi. Dengan
pemahaman seperti itu, realitas berwajah ganda / plural. Setiap orang
bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Selain
plural, konstruksi sosial juga bersifat dinamis. Sebagai hasil dari
konstruksi sosial maka realitas dapat merupakan realitas subyektif dan
realitas objektif. Realitas subyektif, menyangkut makna, interpretasi,
dan hasil relasi antar individu dengan objek. Sedangkan realitas
objektif, merupakan sesuatu yang dialami, bersifat eksternal, berada di
luar atau dalam istilah Berger, tidak dapat kita tiadakan dengan
angan-angan.
Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan peristiwa
atau fakta dalam arti yang riil. Disini realitas bukan hanya dioper
begitu saja sebagai berita. Ia adalah produk interaksi antara wartawan
dengan fakta. Dalam proses internalisasi wartawan dilanda oleh realitas.
Realitas diamati oleh wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan.
Dalam proses ekternalisasi, wartawan menceburkan dirinya untuk memaknai
realitas. Konsepsi tentang fakta diekspresikan untuk melihat realitas.
Hasil dari berita adalah produk dari proses interaksi dan dialektika
tersebut.
Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat, yaitu pada tabel berikut:
Penilaian
|
Paradigma Konstruksionis
|
Paradigma Positivis
|
Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi. |
Fakta merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu. |
Ada fakta yang “riil” yang diatur oleh kaidah-kaidah tertentu yang berlaku universal. |
Media adalah agen konstruksi. |
Media sebagai agen konstruksi pesan. |
Media sebagai saluran pesan. |
Berita bukan refleksi dari realitas. Ia hanyalah konstruksi dari realitas. |
Berita tidak mungkin merupakan cermin dan
refleksi dari realitas. Karena berita yang terbentuk nerupakan
konstruksi atas realitas. |
Berita adalah cermin dan refleksi dari
kenyataan. Karena itu, berita haruslah sama dan sebangun dengan fakta
yang hendak diliput. |
Berita bersifat subyektif/konstruksi atas realitas. |
Berita bersifat subyektif, opini tidak
dapat dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat dengan
perspektif dan pertimbangan subyektif. |
Berita bersifat oyektif, menyingkirkan opini dan pandangan subyektif dari pembuat berita. |
Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas. |
Wartawan sebagai partisipan yang menjembatani keragaman subyektifitas pelaku sosial. |
Wartawan sebagai pelapor. |
Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam produksi berita. |
Nilai, etika, atau keberpihakan wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan suatu peristiwa. |
Nilai, etika, opini, dan pilihan moral berada diluar proses peliputan berita. |
Etika, dan pilihan moral peneliti, menjadi bagian yang integral dalam penelitian. |
Nilai, etika, dan pilihan moral bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian. |
Nilai, etika, dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian. |
Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita. |
Khalayak mempunyai penafsiran sendiri yang bisa jadi berbeda dari pembuat berita. |
Berita diterima sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembuat berita. |
Karakteristik penelitian isi media yang berkatagori konstruksionis
terutama dilakukan dengan melakukan pembedaan dengan paradigma
positivis, yaitu pada tabel berikut:
Penilaian
|
Paradigma Konstruksionis
|
Paradigma Positivis
|
Tujuan penelitian: rekonstruksi realitas sosial |
Rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti. |
Eksplanasi, prediksi, dan kontrol. |
Peneliti sebagai fasilitator keragaman subyektifitas sosial. |
Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman subyektifitas pelaku sosial. |
Peneliti berperan sebagai disinterested scientist. |
Makna suatu teks adalah hasil negosiasi antara teks dan peneliti. |
Negosiasi; makna adalah hasil dari proses
saling mempengaruhi antara teks dan pembaca. Makna bukan ditransmisikan,
tetapi dinegosiasikan. |
Transmisi; makna secara inheren ada dalam teks, dan ditransmisikan kepada pembaca. |
Penafsiran bagian yang tak terpisahkan dalam analisis. |
Subyektif; penafsiran bagian tak terpisahkan dari penelitian teks. Bahkan dasar dari analisis teks. |
Obyektif; analisis teks tidak boleh menyertakan penafsiran atau opini peneliti. |
Menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti— teks. |
Reflektif/dialektik; menekankan empati dan
interaksi dialektis antara peneliti—teks untuk merekonstruksi realitas
yang diteliti melalui metode kualitatif. |
Intervensionis; pengujian hipotesis dalam struktur hipoteticodeductive method. Melalui lab eksperimen atau survai eksplanatif, dengan analisis kuantitatif. |
Kualitas penelitian diukur dari otentisitas dan refleksivitas temuan. |
Kriteria kualitas penelitian; otentisitas
dan refleksivitas, sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari
realitas dihayati oleh para pelaku sosial. |
Kriteria kualitas penelitian; obyektif, validitas, dan reliabilitas (internal dan eksternal). |
- LANDASAN TEORITIK ANALISIS FRAMING
Analisis
framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Dengan kata lain,
framing adalah
pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang
digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Oleh
karena itu, berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi
keberadaan subjek sebagai sesuatu yang
legitimate, objektif, alamiah, wajar, dan tak terelakkan.
Secara sosiologis, konsep
frame analysis ialah memelihara
kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi, dan
menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk
dapat memahaminya. Skemata interpretasi itu disebut
frames, yang
memungkinkan individu dapat melokalisasi, merasakan,
mengidentifikasikan, dan memberi label terhadap peristiwa-peristiwa
serta informasi.
Framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks
yang unik, sehingga elemen-elemen tertentu suatu isu memperoleh alokasi
sumber kognitif individu lebih besar. Konsekuensinya, elemen-elemen yang
terseleksi menjadi penting dalam mempengaruhi penilaian individu dalam
penarikan kesimpulan.
- Perspektif Disiplin Ilmu Lain
Konsepsi
framing terkesan tumpang tindih. Fungsi
frames kerap dikatakan sebagai struktur internal dalam pikiran dan perangkat yang dibangun dalam wacana politik.
Konsep tentang
framing atau
frame sendiri bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif (psikologis). Dalam praktiknya, analisis
framing juga
membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politik,
dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu
fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks
sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya.
Frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang
terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.
Berdasarkan konsepnya, Gamson mendefinisikan
framing dalam dua pendekatan yaitu,
- Pendekatan kultural dalam level kultural, frame pertama-tama
dapat dimaknai sebagai batasan-batasan wacana serta elemen-elemen
konstitutif yang tersebar dalam konstruksi wacana.
- Pendekatan psikologis dalam level individual, individu selalu
bertindak atau mengambil keputusan secara sadar, rasional, dan
intensional. Individu selalu menyertakan pengalaman hidup, wawasan
sosial, dan kecenderungan psikologisnya dalam menginterpretasi pesan
yang ia terima.
Frame sebagai seleksi, penegasan, dan eksklusi yang ketat. Ia menghubungkan konsep tersebut dengan proses memproduksi berita.
Konsepsi
framing dari para konstruksionis dalam literatur
sosiologi ini memperkuat asumsi mengenai proses kognitif
individual—penstrukturan representasi kognitif dan teori proses
pengendalian informasi—dalam psikologi.
Melihat
Framing dalam dua dimensi besar yaitu seleksi isu
dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas. Kedua faktor ini
dapat lebih mempertajam
framing berita melalui proses seleksi
isu yang layak ditampilkan dan penekanan isi beritanya. Perspektif
wartawanlah yang akan menentukan fakta yang dipilihnya, ditonjolkannya,
dan dibuangnya. Di balik semua itu, pengambilan keputusan mengenai sisi
mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan
yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita.
Framing memiliki impilkasi penting bagi komunikasi politik. Sebab
framing memainkan peran utama dalam mendesakkan kekuasaan politik, dan
frame dalam teks berita sungguh merupakan kekuasaan yang tercetak—ia menunjukkan identitas para aktor atau
interest yang berkompetisi untuk mendominasi teks. Konsep
framing menurut Entman, secara konsisten menawarkan sebuah cara untuk mengungkap
the power of a communication text. Framing analysis dapat
menjelaskan dengan cara yang tepat pengaruh atas kesadaran manusia yang
didesak oleh transfer informasi dari sebuah lokasi, seperti pidato,
ucapan/ungkapan,
news report, atau novel.
Framing, scara esensial meliputi penseleksian dan penonjolan. Membuat
frame adalah
menseleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman realitas, dan membuatnya
lebih menonjol di dalam suatu teks yang dikomunikasikan sedemikian rupa
sehinggamempromosikan sebuah definisi permasalahan yang khusus,
interpretasi kausal, evaluasi moral, dana atau merekomendasikan
penanganannya.
Mendefinisikan
framing sebagai metode penyaajian realitas
dimana kebenaran, tentang suatu kejadian, tidak diingkari secara total,
melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap
aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya
konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat
ilustrasi lainnya. Proses
framing merupakan bagian tak
terpisahkan dari proses penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di
bagian keredaksian media cetak. Proses
framing menjadikan media
massa sebagai arena dimana informasi tentang masalah tertentu
diperebutkan dalam suatu perang simbolik antara berbagai pihak yang
sama-sama menginginkan pandangannya didukung pembaca.
Pada umumnya, terdapat tiga tindakan yang biasa dilakukan pekerja
media massa, khususnya oleh komunikator massa, tatkala melakukan
konstruksi realitas politik yang berujung pada pembentukan makna atau
citra mengenai sebuah kekuatan politik, yaitu:
- Dalam hal pilihan kata (simbol) politik. Dalam komunikasi politik,
para komunikator bertukar citra-citra atau makna-makna melelui lambang.
Mereka saling menginterpretasikan pesan-pesan (simbol-simbol) politik
yang diterimanya.
- Dalam melakukan pembingkaian (framing) peristiwa politik.
Untuk kepentingan pemberitaan, komunikator massa seringkali hanya
menyoroti hal-hal yang “penting” (mempunyai nilai berita) dari sebuah
peristiwa politik. Ditambah pula dengan berbagai kepentingan, maka
konstruksi realitas politik sangat ditentukan oleh siapa yang memiliki
kepentingan (menarik keuntungan atau pihak mana yang diuntungkan) dengan
berita tersebut.
- Menyediakan ruang atau waktu untuk sebuah peristiwa politik. Justru
hanya jika media massa memberi tempat pada sebuah peristiwa politik,
maka peristiwa akan memperoleh perhatian dari masyarakat. Semakin besar
tempat yang diberikan semakin besar pula perhatian yang diberikan oleh
khalayak. Pada konteks ini media massa memiliki fungsi agenda setter sebagaimana yang dikenal dengan teori Agenda Setting.
- PERBEDAAN KARAKTERISTIK ANALISIS FRAMING DENGAN ANALISIS WACANA KRITIS
Analisis Framing:
ü Pusat perhatiannya adalah pembentukan pesan teks.
ü Melihat bagaimana pesan atau peristiwa dikonstruksi oleh media.
Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyampaikannya kepada
khalayak pembaca.
ü Konstruksi makna cenderung bersifat simbolis, laten dan pervasif.
ü Teks berita mengandung sejumlah perangkat retoris yang akan
berinteraksi dengan memori khalayak dalam proses konstruksi makna.
ü Tujuannya menangkap bentuk konstruksi media terhadap realitas yang disajikan sebagai berita.
ü Kajiannya mengkaji masalah sintaksis, semantik, skrip, tematik,
retoris, skema, detail, nominalisasi antarkalimat, kata ganti leksikon,
grafis, metafor, pengandaian, dsb.
Analisis Wacana Kritis:
ü Lebih menekankan pada pemaknaan teks yang mengandalkan
interpretasi dan penafsiran peneliti. Setiap teks dimaknai secara
berbeda dan ditafsirkan secara beragam.
ü Berpretensi memfokuskan pada pesan
latent (tersembunyi).
Makna suatu pesan tidak bisa hanya ditafsirkan sebagai apa yang tampak
dalam teks, namun harus dianalisis dari makna yang tersembunyi.
ü Bukan hanya kata, atau aspek isi lainnya yang dikodekan, tetapi
struktur wacana yang kompleks pun dapat dianalisis pada berbagai
tingkatan deskripsi. Bahkan makna kalimat dan relasi koheren
antarkalimat pun dipelajari.
ü Tidak berpretensi melakukan generalisasi dengan beberapa asumsi.
Karena setiap peristiwa pada dasarnya selalu bersifat unik, karena itu
tidak dapat diperlakukan prosedur yang sama yang diterapkan untuk isu
dan kasus yang berbeda.
ü Tujuannya menggali bagaimana “pemakaian bahasa” dalam tuturan atau
tulisan sebagai bentuk praktek sosial, termasuk di dalamnya praktek
kekuasaan.
ü Kajiannya mengkaji wacana, ideologi, representasi, struktur, kognisi sosial, teks, konteks, dsb
Secara teknis, tidak mungkin bagi seorang jurnalis untuk mem-
framing seluruh bagian berita. Artinya, hanya bagian dari kejadian-kejadian penting dalam sebuah berita saja yang menjadi objek
framing jurnalis.
Namun, bagian-bagian kejadian penting ini sendiri merupakan salah satu
aspek yang sangat ingin diketahui khalayak. Aspek lainnya adalah
peristiwa atau ide yang diberitakan.
Framing dalam berita dilakukan dengan empat cara yaitu:
- Identifikasi masalah (problem identification),
Peristiwa dilihat sebagai apa dan dengan nilai positif atau negatif apa.
- Identifikasi penyebab masalah (causal interpretation),
Siapa yang dianggap penyebab masalah.
- Evaluasi moral (moral evaluation),
Penilaian atas penyebab masalah.
- Penanggulangan masalah (treatment recommendation),
Menawarkan suatu cara penanganan masalah dan kadangkala memprediksikan hasilnya.
Pada umumnya terdapat empat teknik mem-
framing berita yang dipakai wartawan yaitu:
- Ketidaksesuaian sikap dan perilaku (cognitif dissonance)
- Empati (membentuk “pribadi khayal”
- Daya tarik yang melahirkan ketidakberdayaan (Packing)
- Menggabungkan kondisi, kebijakan, dan objek yang sedang aktual dengan fokus berita (Asosiasi)
Sekurangnya, ada tiga bagian berita yang bisa menjadi objek
framing seorang wartawan, yaitu, judul berita, fokus berita dan penutup berita.
ü Judul berita di-
framing dengan menggunakan teknik empati
yaitu menciptakan “pribadi khayal” dalam diri khalayak, sementara
khalayak diangankan menempatkan diri mereka seperti korban kekerasan
atau keluarga dari korban kekerasan, sehingga mereka bisa merasakan
kepedihan yang luar biasa.
ü Fokus berita di-
framing dengan menggunakan teknik
asosiasi, yaitu menggabungkan kebijakan aktual dengan fokus brita.
Kebijakan yang dimaksud adalah penghormatan terhadap perempuan. Untuk
itu, wartawan perlu mengetahui secara persis kondisi riil pencegahan
kekerasan terhadap perempuan.
ü Penutup berita di-
framing dengan menggunakan teknik
packing,
yaitu menjadikan khalayak tidak berdaya untuk menolak ajakan yang
dikandung berita. Sebab mereka tidak berdaya sama sekali untuk membantah
kebenaran yang direkonstruksikan berita.
- Level Kultural
Identifikasi dan kategorisasi terhadap proses pengulangan,
penempatan, asosiasi, dan penajaman kata, kalimat, dan proposisi
tertentu dalam wacana. Selain itupula, dapat dilakukan dengan membedah
sisi retoris suatu wacana, yaitu dengan menganalisis dan
mengidentifikasi kata, kunci, metafor, frase,
popular wisdom, silogisme, dan perangkat-perangkat simbolik lain yang ada di dalamnya
.
- Level Individu
Konsep
frame-resonance, yaitu tingkat keselarasan antara
frame yang muncul dalam wacana tekstual dengan respon interpretatif khalayak. Untuk mengukur
frame-resonance, serta untuk mengetahui tingkat keseragaman atau keberagaman schemata awak media, analisis
framing perlu dilakukan sampai pada tingkat individu. Analisis
framing terhadap schemata individu ini bisa dilakukan dengan
polling atau wawancara komprehensif.
Salah satu efek
framing yang paling mendasar ialah realitas
sosial yang kompleks, penuh dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam
berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan, dan memenuhi logika
tertentu.
Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak. Karena itu,
framing menyediakan
kunci bagaimana peristiwa dipahami oleh media dan ditafsirkan ke dalam
bentuk berita. Karena media melihat peristiwa dari kacamata tertentu
maka realitas setelah dilihat oleh khalayak adalah realitas yang sudah
dibentuk oleh bingkai media.
- Menonjolkan Aspek Tertentu-Mengaburkan Aspek Lain
Framing umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu
dari realitas. Dalam penulisan sering disebut sebagai fokus. Berita
secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu. Akibatnya, ada
aspek lainnya yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai.
- Menampilkan Sisi Tertentu-Melupakan Sisi Lain
Dengan menampilkan aspek tertentu dalam suatu berita menyebabkan
aspek lain yang penting dalam memahami realitas tidak mendapatkan
liputan yang memadai dalam berita.
- Menampilkan Aktor Tertentu-Menyembunyikan Aktor
Berita seringkali juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu.
Ini tentu saja tidak salah. Tetapi efek yang segera terlihat adalah
memfokuskan pada satu pihak atau aktor tertentu menyebabkan aktor lain
yang mungkin relevan dan penting dalam pemberitaan menjado tersembunyi.
- A. Mobilisasi Massa
Framing atau isu umumnya banyak dipakai dalam literatur
gerakan sosial. Dalam suatu gerakan sosial, ada strategi bagaimana
supaya khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu. Itu
seringkali ditandai dengan menciptakan masalah bersama, musuh bersama,
dan pahlawan bersama. Hanya dengan itu, khalayak bisa digerakkan dan
dimobilisasi. Semua itu membutuhkan
frame bagaimana isu dikemas, bagaimana peristiwa dipahami, dan bagaimana pula kejadian dimaknai dan didefinisikan.
- B. Menggiring Khalayak Pada Ingatan Tertentu
Individu mengetahui peristiwa sosial dari pemberitaan media.
Karenanya, perhatian khalayak, bagaimana orang mengkonstruksi realitas
sebagian besar berasal dari apa yang diberitakan oleh media. Media
merupakan tempat dimana khalayak memperoleh informasi mengenai realitas
politik dan sosial terjadi di sekitar mereka, Karena itu, bagaimana
media membingkai realitas tertentu berpengaruh pada bagaimana individu
menafsirkan peristiwa tersebut.Dengan kata lain,
frame yang disajikan oleh media ketika memaknai realitas mempengaruhi bagaimana khalayak menagsirkan peristiwa. Membayangkan efek
framing pada
individu semacam ini, bukan berarti mengandalkan individu adalah
makhluk yang menafsirkan realitas politik adalah makluk yang pasif.
Sebaliknya, ia adalah entitas yang aktif menafsirkan realitas politik.
Pemahaman mereka atas realitas politiik terbentuk dari apa yang
disajikan oleh media dengan pemahaman dan predisposisi mereka atas suatu
realitas. Hubungan transaksi antara teks dan personal ini melahirkan
pemahaman tertentu atas suatu realitas.
- MODEL-MODEL ANALISIS FRAMING
v
Pan dan Gerald M. Kosicki
Mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat
framing yaitu,
sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini
membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi
berita dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap
berita mempunyai
frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide.
Frame merupakan
suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks
berita—kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat
tertentu—ke dalam teks secara keseluruhan.
Frame berhubungan
dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat
dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.
KERANGKA FRAMING PAN DAN KOSICKI
STRUKTUR |
PERANGKAT FRAMING
|
UNIT YANG DIAMATI
|
SINTAKSISCara wartawan menyusun fakta |
1. Skema berita |
Headline, lead, latar informasi, kutipan, sumber, pernyataan, penutup |
SKRIPCara wartawan mengisahkan fakta |
2. Kelengkapan berita |
5W+1H |
TEMATIKCara wartawan menulis fakta |
- Detail
- Maksud kalimat, hubungan
- Nominalisasi antarkalimat
- Koherensi
- Bentuk kalimat
- Kata ganti
|
Paragraf, proposisi |
RETORISCara wartawan menekankan fakta |
- Leksikon
- Grafis
- 11. Metafor
- 12. Pengandaian
|
Kata, idiom, gambar/foto, grafik |
v
William A. Gamson dan Andre Modigliani
Didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media—berita dan artikel, terdiri atas
package interaktif yang mengandung makna tertentu. Di dalam
package ini terdapat dua struktur, yaitu
core frame dan
condesnsing symbols. Struktur
pertama merupakan pusat organisasi elemen-elemen ide yang membantu
komunikator untuk menunjukkan substansi isu yang tengah dibicarakan.
Sedangkan struktur yang kedua mengandung dua substruktur, yaitu
framing devices dan
reasoning devices. Frame merupakan inti sebuah unit besar wacana publik yang disebut
package. Framing analysis yang dikembangkan Gamson dan Modigliani memahami wacana media sebagai satu gugusan perspektif interpretasi
(interpretatitif package) saat mengkonstruksi dan memberi makna suatu isu.
- Core Frame (gagasan sentral)
Berisi elemen-elemen inti untuk memberikan pengertian yang relevan terhadap peristiwa, dan mengarahkan makna isu—yang dibangun
condesing symbol (simbol yang “dimampatkan”
Pencermatan terhadap interaksi perangkat simbolik
(framing devices dan
reasoning devices)
sebagai dasar digunakannya perspektif. Simbol dalam wacana terlihat
transparan bila dalam dirinya menyusup perangkat bermakna yang mampu
berperan sebagai panduan menggantikan sesuatu yang lain.
Struktur
framing devices yang mencakup
metaphors, exemplars, catchphrases, depictions, dan
visual images menekankan aspek bagaimana “melihat” suatu isu.
Cara memindah makna dengan merelasikan dua fakta analogi, atau
memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti, ibarat, bak,
sebagai, umpama, laksana. Metafora berperan ganda; pertama, sebagai
perangkat diskursif, dan ekspresi piranti mental; kedua, berasosiasi
dengan asumsi atau penilaian, serta memaksa teks membuat
sense tertentu
.
Mengemas fakta tertentu secara mendalam agar satu sisi memiliki bobot
makna lebih untuk dijadikan rujukan/pelajaran. Posisinya menjadi
pelengkap bingkai inti dalam kesatuan berita untuk membenarkan
perspektif.
Bentukan kata, atau frase khas cerminan fakta yang merujuk pemikiran atau semangat tertentu. Dalam teks berita,
catchphrases mewujud dalam bentuk jargon, slogan, atau semboyan.
Penggambaran fakta dengan memakai istilah, kata, kalimat konotatif
agar khalayak terarah ke citra tertentu. Asumsinya, pemakaian kata
khusus diniatkan untuk membangkitkan prasangka, menyesatkan pikiran dan
tindakan, serta efektif sebagai bentuk aksi politik.
Depictions dapat berbentuk stigmatisasi, eufemisme, serta akronimisasi.
Pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun, dan sejenisnya untuk
menekspresikan kesan, misalnya perhatian atau penolakan,
dibesarkan-dikecilkan, ditebalkan atau dimiringkan, serta pemakaian
warna.
Visual images bersifat sangat natural, sangat mewakili realitas yang membuat erat muatan ideologi pesan dengan khalayak.
Struktur
reasoning devices menekankan aspek pembenaran terhadap cara “melihat” isu, yakni
roots (analisis kausal) dan
appeals to principle (klaim moral).
Pembenaran isu dengan menghubungkan suatu objek atau lebih yang
dianggap menjadi sebab timbulnya atau terjadinya hal yang lain.
Tujuannya, membenarkan penyimpulan fakta berdasar hubungan sebab-akibat
yang digambarkan atau dibeberkan.
- Appeal to Principle (klaim moral)
Pemikiran, prinsip, klaim
moral sebagai argumentasi pembenar membangun berita, berupa pepatah,
cerita rakyat, mitos, doktrin, ajaran, dan sejenisnya. Appeal to principle yang
apriori, dogmatis, simplistik, dan monokausal (nonlogis) bertujuan
membuat khalayak tak berdaya menyanggah argumentasi. Fokusnya,
memanipulasi emosi agar mengarah ke sifat, waktu, tempat, cara tertentu,
serta membuatnya tertutup/keras dari bentuk penalaran lain.
v
Murray Edelman
Apa yang kita ketahui tentang realitas atau tentang dunia tergantung
pada bagaimana kita membingkai dan mengkonstruksi/menafsirkan realitas.
Edelman mensejajarkan
framing sebagai kategorisasi pemakaian
perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula yang
menandakan bagaimana fakta atau realitas dipahami. Salah satu gagasan
utama dari Edelman ialah dapat mengarahkan pandangan khalayak akan suatu
isu dan membentuk pengertian mereka akan suatu isu. Elemen penting
dalam melihat suatu peristiwa ialah bagaimana orang membuat kategorisasi
atas suatu peristiwa melalui kategorisasi hendak ke mana sebuah
peristiwa diarahkan dan dijelaskan.
Merupakan abstraksi dan fungsi dari pikiran. Kategori merupakan alat
bagaimana rtelaitas dipahami dan hadir dalam benak khalayak. Kategori
merupakan kekuatan yang besar dalam mempengaruhi pikiran dan kesadaran
publik, sebab kategori lebih menyentuh, lebih substil, dan lebih mengena
alam bawah sadar.
Seringkali terjadi kategori yang dipakai dalam mendefinisikan
peristiwa itu salah atau menipu khalayak. Peristiwa dibungkus dengan
kategori tertentu menyebabkan khalayak tidak bisa menerima informasi
sebenarnya. Peristiwa tertentu yang dikategorisasikan dan dibingkai
dengan cara tertentu, mempengaruhi bagaimana peristiwa dipahami.
Merupakan salah satu aspek kategorisasi yang penting dalam
pemberitaan. Bagaimana suatu peristiwa di kategorisasikan dalam rubrik-
rubrik tertentu. Rubrikasi harus dipahami sebagai bagian dari bagaimana
fakta diklasifikasikan dalam kategori tertentu. Pendefinisian suatu
realitas sosial, secara sederhana dalam strategi pemberitaan dan proses
pembuatan berita, dapat dilihat dari bagaimana peristiwa dan fakta di
tempatkan dalam rubrik tertentu. Rubrikasi menentukan bagaimana
peristiwa dan fenomena harus dijelaskan. Rubrikasi ini bisa jadi
miskategorisasi- peristiwa yang seharusnya dikategorisasikan dalam satu
kasus, tetapi karena masuk dalam rubrik tertentu akhirnya
dikategorisasikan dalam rubrik tertentu. Klasifikasi menentukan dan
memepengaruhi emosi khalayak ketika memandang atau melihat suatu
peristiwa. Bagaimana publik mempersepsi realitas dengan bantuan kategori
atau klasifiksi yang telah dibuat.
- Kategorisasi dan Ideologi
Dalam pandangan Edelman, kategorisasi berhubungan dengan ideologi.
Bagaimana realitas diklasifikasikan dan dikategorisasikan, diantaranya
ditandai dengan bagaimana kategorisasi tersebut dilakukan. Kategorisasi
bukan representasi dari realitas. Pada dasarnya kategorisasi merupakan
kreasi kembvali yang penting agar tampak wajar dan rasional, yaitu
dengan pemakaian kata- kata terentu yang mempengaruhi bagaimana realitas
atau seseorang dicitrakan uang pada akhirnya membentuk pendapat umum
mengenai suatu peristiwa atau masalah. Pemakaian bahasa tertentu
memperkuat pandangan seseorang, prasangka, dan kebencian tertentu.
v
Robert N Entman
Konsep
framing oleh Entman untuk menggambarkan proses seleksi dan penonjolan aspek tertentu dari realitas oleh media.
Framing
memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan
bagian mana yang dianggap penting atau ditonjolkan oleh pembuat teks.
Entman melihat
framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi
isu dan penekanan atau penonjolan aspek- aspek tertentu dari realitas
atau isu. Dalam prakteknya
framing dijalankan oleh media dengan
menseleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain. Serta
menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai stategi
wacana, misalnya isu ditempatkan pada headline depan, pengulangan,
pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, dan
pemakaian label tertentu dan lain sebagainya. Perangkat framing dapat
digambarkan sebagai berikut:
Seleksi isu |
Aspek ini berhubungan dengan pemilihan
fakta dari realitas yang kompleks dan beragam, aspek mana yang diseleksi
untuk ditampilkan? |
Penonjolan aspek tertentu dari isu |
Aspek ini berhubungan dengan penulisan
fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa atau isu tersebut
telah dipilih, bagaiman aspek tersebut ditulis? Hal ini sangat berkaitan
dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk
ditampilkan pada khalayak. |
Dalam konsepsi Entman,
framing pada dasarnya merujuk pada
pemberian definisi, penjelasan definisi, evaluasi dan rekomendasi dalam
suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap
peristiwa yang diwacanakan. Secara lebih jelas dapat digambarkan sebagai
berikut:
Define problems (pendefinisain masalah) |
Bagaimana suatu peristiwa / isu dilihat ? sebagai apa? Atau sebagai masalah apa? |
Diagnose causes(memperkirakan masalah atau sumber masalah) |
Sebagai penyebab dari suatu masalah, siapa atau aktor yang dianggap sebagai penyebab mereka? |
Make moral judgement(membuat keputusan moral) |
Nilai moral apa yang disajikan untuk
menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi
atau mendelegitimasi suatu tindakan? |
Treatment recomendation (menekankan penyelesaian) |
Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk
mengatasi masalah/ isu ? jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh
untuk mengatasi masalah |
- PERBANDINGAN DAN KEISTIMEWAAN MODEL-MODEL ANALISIS FRAMING
Model-model
framing di atas mempunyai kesamaan , yaitu
secara umum membahas mengenai bagaimana media membentuk konstruksi atas
realitas, menyajikannya dan menampilkannya kepada khalayak. Model-model
tersebut mempunyai beragam cara dan pendekatan. Mengutip Jisuk Woo,
paling tidak ada tiga kategori dasar elemen
framing. Pertama, level makrostruktural. Level ini dapat dilihat sebagai pembingkaian dalam tingkat wacana.
Kedua,
level mikrostruktural. Elemen ini memusatkan perhatian pada bagian
atau sisi mana dari peristiwa tersebut ditonjolkan dan bagian mana yang
dilupakan/dikecilkan.
Ketiga, elemen retoris. Elemen ini memusatkan perhatian pada bagaimana fakta ditekankan.
Perbandingan di antara model-model tersebut diantaranya; model Entman
dan Edelman, tidak merinci secara detil elemen retoris. Meskipun dalam
tingkatan analisisnya mereka menunjukkan bagaimana kata, kalimat atau
gambar dapat dianalisis sebagai bagian integral memahami
frame,
tetapi mereka tidak mengajukan gambaran detail mengenai elemen retoris
tersebut. Model mereka terutama bergerak pada level bagaimana peristiwa
dipahami dan bagaimana pemilihan fakta yang dilakukan oleh media.
Model dan Pan dan Kosicki, disertakan dalam unit analisis mereka apa
saja elemen retoris yang perlu diperhatikan untuk menunjukkan perangkat
framing.
Model Gamson yang banyak ditekankan adalah penandaan dalam bentuk
simbolik baik lewat kiasan maupun retorika yang secara tidak langsung
mengarahkan perhatian khalayak. Model Pan dan Kosicki banyak diadaptasi
pendekatan linguistik dengan memasukkan elemen seperti pemakaian kata,
menulis struktur dan bentuk kalimat yang mengarahkan bagaiman peristiwa
dibingkai media.
|
Makro struktural |
Mikro struktural |
Retoris |
Murray Edelman |
v |
v |
|
Robert N Entman |
v |
v |
|
William Gamson |
v |
v |
v |
Zhong dang Pan dan Gerald M Kosicki |
v |
v |
v |
DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto. 2002.
Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. LkiS Yogyakarta. Yogyakarta.
Sobur, Alex. 2001.
Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Remaja Rosdakarya. Bandung.