my sense of imagination

ads1

Minggu, 16 Februari 2014

Oleh : Arif Riza

Hari minggu, para petani tetap giat mencangkuli sawahnya. Tidak ada bedanya dengan hari-hari lainya. Memaknai hari minggu sebagai hari giat bertani. Menggantikan kesenangan libur keluarga dengan cangkul atau sabitnya. Dia rela menduakan keluarga dan lebih setia bercengkerama dengan sawahnya.
                Kegiatan bertani sangat didukung dengan kondisi alam Indonesia. Dalam lirik lagu koesplus tanah Indonesia dianggap sebagai tanah surga, dalam bahasa jawa disebut Loh Jinawi, sebagai representasi  keadaan alam surga yang hijau dan asri. Beribu-ribu jenis flora tumbuh subur di belantara Indonesia. Bahkan kayu saja dapat hidup dan tumbuh subur di tanah Indonesia ini.
                Mereka  menganggap, bertani bukanlah sekedar masalah ekonomi,  tapi lebih dari itu. Bertani dianggap sebagai warisan budaya.  Kegiatan bertani juga dianggap sebagai  meneruskan warisan budaya. Selain lahan dari warisan orang tuanya, mereka bertani karena mewarisinya sejak jaman kerajaan.  Jadi mereka tetap berpegang teguh pada mata pencaharian nenek moyang mereka  yang seorang petani, meskipun ada nyanyian yang bilang nenek moyangku seorang pelaut.
                Bertani juga memiliki sisi-sisi yang magis, yang masih dipegang kebudayaan jawa sampai saat ini. Tidak hanya sekedar kegiatan bercocok tanam. Lebih dari itu, dalam buku Dasar-Dasar Usaha Tani di Indonesia (1984), disebutkan hasil bercocok tanam juga dapat memperlihatkan kekuatan, sulit dihancurkan, atau mempunyai sifat-sifat luar biasa. Bahkan hasil-hasil cocok tanam seringkali dipakai sebagai lambang-lambang  seperti;  kelapa, padi, kapas dan lain sebagainya.
 Jika tetap berpegang bahwa  bertani sebagai nilai ekonom, tentu mereka sangat keliru memilih bertani untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Harga-harga sudah dimonopoli sedemikian rupa oleh instansi terkait. Sehingga tidak memungkinkan lagi bergelantungan pada hasil panenan mereka. Lha kok mereka tetap berjudi mematenkan pertanian sebagai pekerjaan vital.
                Di perkotaan besar semakin jarang kita menemukan lahan-lahan untuk bercocok tanam. Hektaran lahan yang dulunya ditumbuhi padi sekarang berjejalan,  tumbuh apartemen  menjulang tinggi. Dalam The Principle of Political Economy and Taxation (1921), David Ricardo mengkaitkan proses produksi dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah. Permintaan terhadap sumber daya produksi meningkat sedemikian rupa, agar manusia dapat mempertahankan kehidupan. Untuk itu, semakin banyak tanah diperlukan. Selain sebagai hunian, lahan-lahan tersebut juga dialihfungsikan menjadi lahan industri. Data yang dikemukakan Kompas (13 Juli 1995) menyebutkan sekitar 900.000Ha tanah pertanian di Pulau Jawa telah dikonversi menjadi lahan non-pertanian.
                Tidak hanya menyangkut masalah teknis saja. Kendala bertani sudah menjalar pada hal yang sifatnya non teknis. Sekarang dunia pertanian sudah dimasuki oleh mereka para kaum kapitalis. Mereka menggunakan uang dan kekuasaanya untuk merebut tanah milik petani kecil. Padahal dalam konteks agraria sector tanah menempati posisi yang vital. Tanah mereka ubah dari alat subsistensi rakyat menjadi alat produksi bagi organisasi produksi kapitalis.
                Dalam bukuPetani dan Penguasa (1999), mencatat sejumlah kasus tanah yang berkembang dalam tahun 1980-an menunjukkan penggunaan mekanisme manipulasi dan kekerasan. Bentuk manipulasi diantaranya: klaim telah berdasar musyawarah, menyuap pimpinan dari para petani/penduduk, pemalsuan tanda-tangan, pencapan(labeling/stigmatisasi)PKI-Mbalelo-Anti Pembangunan terhadap petani/penduduk, dan lain-lain. sedangkan yang berbentuk kekerasan berupa: intimidasi, terror, penyiksaan, penggunaan mekanisme hokum acara pidana,pembakaran hingga penggunaan senjata yang mengakibatkan korban.
                Lebih lanjut dalam buku yang sama dituliskan, ekspresi konflik demikian menunjukkan bahwa dimensi sengketa tanah sudah tidak hanya bisa dipahami sebagai sengketa tanah saja. Sengketa tanah adalah suatu puncak gunung dari sengketa-sengketa lain yang juga mendasar. Sengketa tersebut antara lain: sengketa antar system, sengketa antar mayoritas-minoritas, sengketa antar warga Negara melawan Negara, dan sengketa antar sistem ekologi.
                Memang serba sulit kehidupan para petani sekarang ini. Mereka harus dibenturkan dengan berbagai permasalahan yang mereka sendiri belum pernah menelaah yang demikian. Apalagi mereka, petani  yang masih tradisional, bercocok tanam dengan berpegang pada warisan orang-orang sebelumnya. Pemikiran mereka masih sangat dangkal dan dengan mudah dapat dimanfaatkan oleh mereka kaum kapital.
                Memang masalah petani di Indonesia begitu rumit sampai menjulur pada hal-hal yang sistemis. Tapi bagi mereka petani yang tetap melestarikannya sebagai sebuah kegiatan atau profesi, tentu keadaan akhir-akhir ini membawa angin segar tersendiri. Nasib petani sudah mulai diperhatikan keberlangsunganya. Mereka dianggap memiliki nilai multifungsi. Bertani sekarang tidak hanya dimiliki oleh petani saja. Lebih dari itu bertani sekarang dapat dinikmati oleh semua orang.
Mengapa saya katakan bertani sekarang dapat dinikmati semua orang. Karena  diera global warming, tanaman mereka dapat digunakan sebagai penghijauan. Tanaman itu digunakan sebagai pengganti hutan-hutan yang gundul karena penebangan-penebangan liar. Meskipun pengaruhnya tidak begitu signifikan tapi paling tidak itu sebagai sumbangsih petani pada alam raya.
Nilai yang kedua adalah, bertani sekarang digunakan sebagai media rekreasi. Itulah yang sekarang dikembangkan oleh banyak pihak. Target mereka adalah orang-orang perkotaan. Mereka yang keseharianya didisi dengan kesibukan di kantor, sekolah, atau tempat kerja lainnya. Dengan berekreasi di lahan pertanian mereka dikenalkan pada proses bercocok tanam yang rumit dan berkelanjutan. Dengan tujuan itu mereka nantinya diberi pengetahuan bagaimana proses bercocok tanam, yang tidak akan mereka dapatkan di instansi pendidikan manapun. Selain itu, hal itu dilakukan untuk menciptakan nilai apresiasi bagi jasa petani yang telah berjasa menghasilkan nasi, sayuran, dan hasil-hasil lainnya untuk mereka santap setiap hari.
               

                

0 komentar:

Posting Komentar