my sense of imagination

ads1

Kamis, 06 Maret 2014

Oleh : Arif Riza Azizi

Banyak cara untuk mendapatkan ilmu atau sekedar mencari informasi sebagai lanjutan studinya atau hanya ingin mengetahui info terkini. Membaca adalah salah satu jalannya, sebagai media transfer pengetahuan. Peran kegiatan baca sangat penting ditengah-tengah gelombang arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat mutakhir.
Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang tertulis. Membaca melibatkan pengenalan simbol yang menyusun sebuah bahasa. Dan perlu diketahui kegiatan membaca tidak melulu menimbulkan keseriusan, ada kalanya membaca dapat termasuk sebagai hiburan, khususnya saat membaca cerita fiksi atau cerita humor.
Seorang pelajar lazimnya memiliki kesadaran akan  pentingnya membaca, karena merekalah yang sangat memerlukan pengetahuan untuk menunjang dalam kegiatan belajar mengajar. Tetapi yang ada, mereka membaca lebih  karena terpaksa. Entah itu terpaksa karena demi mendapatkan nilai bagus ataupun tujuan lainnya. Inilah yang harus mereka rubah. Mereka harus menyadari bahwa membaca adalah membaca,  untuk mendapatkan informasi bukan karena mengejar nilai.
 Dalam konteks sekolah, pelajar membaca untuk tujuan-tujuan seperti  mendapatkan fakta atau gambaran keseluruhan tentang sesuatu tajuk atau perkara,  memahami sesuatu persoalan atau menjelaskan kefahaman tentang suatu konsep,  mengumpulkan berbagai pendapat berkaitan dengan sesuatu persoalan. Jadi membaca-nya mereka karena adanya keperluan dari luar diri, bukan karena kebutuhan diri mereka sendiri.
Seseorang yang rajin membaca sering disebut sebagai kutubuku, yang konotasinya selalu buruk. Seorang kutubuku dianggap kuper, pendiam, pemalu, asosial, dan selalu menutup diri dari dunia luar. Padahal kenyataanya tidak seperti itu. Mereka juga bisa berbaur dengan dunia luar. Tetapi yang menjadi prioritas mereka tetap membaca. Mereka berpikir daripada nongkrong-nongkrong tidak jelas  yang akan  menyita banyak waktu tanpa ada manfaatnya, lebih baik digunakan untuk membaca.
Bukan asumsi seperti itu yang harusnya mereka paham. Mereka harus memahami bahwa orang yang rajin membaca adalah mereka yang siap untuk menjadi orang sukses. Karena 95 persen orang sukses adalah mereka yang sering membaca, yang menjadi kutubuku.
Manfaat membaca
            Kita tahu bahwa buku adalah jendela dunia. Melalui buku kita akan memperoleh banyak pengetahuan. Dan untuk mengetahui isi sebuah buku tentunya  kita perlu membacanya.
            Membaca juga bisa digunakan untuk mengisi waktu luang atau sebagai hiburan. Daripada kita berdiam diri, melamun, galau yang tidak ada gunanya, lebih bijak jika kita memanfaatkan waktu tersebut untuk membaca. Seperti saat membaca komik, fiksi atau cerita humor,  yang sejenak mampu membuat kita melupakan masalah-masalah yang sedang dihadapi.
            Dengan sering membaca, seseorang bisa mengembangkan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata. Kata-kata yang telah kita baca akan tersimpan didalam memori otak kita. Dan tentunya semakin menambah perbendaharaan kata, terutama kata-kata intelek yang menggambarkan kita sebagai kaum terpelajar.
Membaca membantu mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara berpikir kita. Semakin banyak buku yang kita baca, akan semakin memperbanyak informasi yang kita terima. Kita juga akan mampu membenturkan fakta yang  sebelumnya kita ketahui, dengan fakta terbaru yang kita peroleh. Dan secara tidak langsung, kita mampu mengumpulkan pecahan-pecahan informasi yang saling berkaitan.
Selain itu, dengan sering membaca, seseorang dapat mengambil manfaat dari pengalaman orang lain, seperti mencontoh kearifan orang bijaksana dan kecerdasan tokoh-tokoh  hebat dunia.
Tradisi membaca juga membuat kita update dengan perkembangan yang ada disekitar kita. Contohnya dengan membaca koran atau surat kabar lainya yang menyajikan informasi terkini semua kejadian yang ada disekitar kita. Apalagi di era digital seperti sekarang, kita semakin dimudahkan memperoleh informasi lebih cepat dari seluruh pelosok dunia.
Manfaat yang terakhir adalah yang paling penting. Sebagai mahluk sosial kita tidak boleh menutup mata dengan perkembangan yang ada disekitar kita. Contohnya ketika terjadi bencana alam yang menimpa saudara kita, apalagi mereka dari daerah atau Negara yang sama. Kita akan tergerak untuk membantu mereka baik bantuan berupa materi maupun non-materi.
Tehnik membaca
Mungkin tidak banyak orang mengetahui tehnik-tehnik dalam membaca, serta manfaat apa yang akan mereka peroleh ketika kalian menerapkannya. Kalian akan cenderung mengabaikanya dan menganggap hal itu tidak terlalu penting.
Okelah!... kalian bisa mengabaikan tehnik-tehnik membaca begitu saja, asalkan jangan pernah mengabaikan kebiasaan untuk selalu membaca. Karena tehnik dalam membaca bukanlah satu-satunya penentu kita dapat memahami bacaan dengan mudah. Yang pling penting adalah kita selalu membiasakan membaca setiap hari.
Teknik membaca dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan dalam  membaca. mengukur kecepatan  membaca, latihan menempatkan secara tepat titik pandang mata, latihan memperluas jangkauan pandang mata. Dengan tehnik membaca, kita diarahkan untuk membaca secara efektif, dalam hal waktu maupun pemahaman.
Tehnik mambaca yang pertama adalah SQ3R, dikemukakan oleh Francis P. Robinson (seorang guru besar psikologidari Ohio State University), tahun 1941. SQ3R merupakan proses membaca yang terdiri dari lima langkah, yaitu survey (menyelidiki), question (pertanyaan), read (membaca), recite atau recall (mendaras), dan review (mengulang). Membaca dengan metode SQ3R ini sangat baik untuk kepentingan membaca secara intensif dan rasional.
Yang kedua adalah skimming, merupakan tindakan untuk mengambil intisari atau saripati dari suatu hal. Oleh karena itu, skimming merupakan cara membaca hanya untuk mendapatkan ide pokok, yang dalam hal ini tidak selalu di awal paragraf, karena kadang ada di tengah, ataupun di akhir paragraf.
Skimming bisa disebut sebagai tehnik baca efektif, karena kita hanya menelusuri paragraf yang memuat ide pokok atau gagasan-gagasan penting. Jadi kita dapat melompati bagian-bagian, fakta-fakta, dan detail-detail yang tidak terlalu dibutuhkan, sehingga kita hanya memusatkan perhatian dan cepat menguasai ide pokoknya.
Tehnik baca yang ketiga adalah membaca-tatap (Scanning), adalah suatu teknik membaca untuk mendapatkan suatu informasi tanpa membaca yang lain-lain, jadi langsung ke masalah yang dicari, yaitu fakta khusus dan informasi tertentu. kegiatan scanning lebih ditekankan untuk mencari informasi khusus. Karena itu kita perlu terlebih dahulu mengetahui apa yang akan kita cari.
Scanning sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya untuk mencari: nomor telepon, arti kata pada kamus, entripada indeks, angka-angka statistik, acara siaran TV, dan melihat daftar perjalanan.
Tehnik baca yang keempat adalah baca-pilih (selecting), merupakan membaca bacaan atau bagian-bagian bacaan yang dianggap relevan atau mengandung informasi yang dibutuhkan pembaca. Jadi sebelum membaca, kita harus melakukan kegiatan seleksi bahan lebih dahulu. Contohnya memilih berita dalam koran untuk dibaca.
Tehnik baca yang terakhir atau yang kelima adalah baca-lompat (skipping), yakni bagian-bagian bacaan yang dianggap tidak relevan atau bagian yang sudah dikenal atau sudah dipahami diabaikan dan dilompati saja. Contohnya pada saat membaca daftar iklan baris.
Tingkat Baca Masyarakat Indonesia Jauh di Bawah Standar UNESCO
Minat baca masyarakat Indonesia tergolong masih sangat rendah. UNESCO pada 2012 melaporkan bahwa indeks minat baca warga Indonesia baru mencapai angka 0,001. Artinya dalam setiap 1.000 orang Indonesia, hanya ada satu orang yang memiliki minat baca.
            Sementara itu,The United Nations Development Programme (UNDP) merilis angka melek huruf orang dewasa Indonesia hanya 65,5%, sedangkan Malaysia  mencapai 86,4%. (news.bisnis.com)
            Kenyataan ini semakin ironis karena anggaran untuk fungsi pendidikan sangat tinggi, yakni 20 persen dari APBN per tahun. Kenyataannya, Indonesia berada diurutan ke-60 untuk minat baca masyarakatnya dari 65 negara. (rumahpengetahuan.web.id)
Fakta tersebut membuat kita semua  prihatin. Seharusnya sebagai bangsa yang tengah giat membangun, membaca menjadi salah satu kunci penting untuk menjadikan roda pembangunan bisa berputar lebih cepat dan pesat.
Kepala Bidang Pengembangan Perpusatakaan Nasional Republik Indonesia Nurcahyono seperti dikutip suaramerdeka.com menjelaskan, akibat rendahnya minat baca tersebut, pada tahun 2012 Indonesia nangkring di posisi 124 dari 187 Negara di dunia dalam penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM), khususnya terpenuhinya kebutuhan dasar penduduk, termasuk kebutuhan pendidikan, kesehatan dan 'melek huruf'.
Salah satu faktor penentu mengapa minat baca masyarakat Indonesia rendah adalah karena kondisi ekonomi masyarakatnya. Kondisi ekonomi menyebabkan akses masyarakat terhadap buku-buku bermutu semakin sulit, karena untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok sehari-hari sudah kesulitan, apalagi membeli koran, buku, atau bacaan lainnya.
            Budaya membaca harus dijadikan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Budaya membaca yang akan berdampak pada gemar membaca ini, bisa dijadikan upaya untuk menekan angka buta huruf.
Tantangan minat baca di Indonesia akan bertambah semakin berat, karena saat ini dunia sudah bergeser ke era digital. Seharusnya era digital lebih bisa memudahkan kita untuk membaca segala informasi dari seluruh pelosok dunia dengan cepat, mudah dan praktis. Tetapi faktanya berlainan, minat baca masyarakat Indonesia malah semakin rendah. Yang ada, mereka memanfaatkan era digital untuk melakukan plagiat atau copy-paste.
Era digital di Indonesia tampaknya terlalu dipaksakan. Akibatnya timbul budaya plagiat yang tidak hanya membuat masyarakat kita malas membaca tapi juga malas berkarya. Di Negara lain, era digital terjadi ketika masyarakatnya sudah gemar membaca. Sementara Indonesia memasuki era digital ketika minat bacanya masih rendah.           
Pemaksaan dalam membaca tidak melanggar HAM
Sejarah peradaban manusia membuktikan bahwa bangsa yang hebat ternyata masyarakatnya memiliki minat baca yang tinggi. Masyarakatnya sejak dini terlatih dan terbiasa untuk membaca.
            Sebagai langkah awal membaca harus dipaksakan, agar itu dapat menjadi kebiasaan. Dan salah satu alasan kita kalah dengan negara tetangga di Asia, karena kita keterbatasan literasi dan keterbatasan kemampuan memaknai apa yang kita baca.
Kita lihat saja bagaimana Amerika Serikat  mewajibkan siswa SMA untuk membaca 32 judul karya sastra dalam setahun, siswa Jepang 15 judul, Brunei 7 judul, Singapura dan Malaysia 6 judul, serta Thailand 5 judul. Berbeda sekali dengan siswa SMA di Indonesia yang tidak memberlakukan kewajiban membaca.
Untuk UNESCO sendiri, telah menetapkan kewajiban bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk gemar membaca. Program UNESCO menetapkan 50 judul buku untuk dibaca persatu juta penduduk, sedangkan untuk negara maju, sedikitnya 500 judul buku untuk dibaca oleh persatu juta penduduknya.
Sebenarnya program wajib baca pernah diterapkan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Misalnya, siswa AMS-B (setingkat SMA) diwajibkan membaca 15 judul karya sastra per tahun, sedangkan siswa AMS-A membaca 25 karya satra per tahun. Siswa AMS wajib membuat 1 karangan per minggu, 18 karangan per semester, atau 26 karangan per tahun.
Tetapi, pemaksaan dalam membaca jangan pernah dianggap sebagai merampas HAM, membelenggu kebebasan mereka.  Justru, karena begitu pentingnya budaya membaca, maka diterapkan program wajib baca. Ini semata-mata demi kebaikan mereka sendiri, bukan untuk instansi atau lembaga yang menerapkan program wajib baca tersebut.
Melihat fakta sejarah bangsa Indonesia yang pernah menerapkan program wajib baca. Kenapa hal itu tidak pernah diterapkan lagi oleh pemerintah kita ?
Tetapi, jikalau nantinya program wajib baca diterapkan di Indonesia, tentu saja masih banyak kendala yang akan dihadapi. Karena rendahnya minat baca di kalangan siswa pun tidak terlepas dari persoalan perpustakaan sekolah yang tidak mencukupi dan memadai. Hal ini terlihat dari 110.000 sekolah yang ada di Indonesia, terindentifikasi hanya 18% yang mempunyai perpustakaan.
Dari 200.000 unit sekolah dasar di Indonesia, hanya 20.000 yang memiliki perpustakaan standar. Dari 70.000 SMP, hanya 36% yang memiliki perpustakaan standar, dan 54% SMA yang mempunyai perpustakaan standar.
24 ribu vs 240 juta
            Selain minat baca masyarakat Indonesia yang rendah, masih banyak lagi kendala mengapa budaya membaca Indonesia bisa dikatakan sangat minim. Dan salah satu kendalanya adalah jumlah buku yang diterbitkan di Indonesia masih begitu rendah.
Menurut data yang saya peroleh, Indonesia hanya mampu menerbitkan sekitar 24.000 judul buku per tahun dengan rata-rata cetak 3.000 eksemplar per judul. Jadi, dalam setahun Indonesia hanya menghasilkan sekitar 72 juta buku.
Jika dikalkulasi dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa, berarti untuk satu buku rata-rata dibaca oleh 3-4 orang. Padahal, berdasarkan standar UNESCO, idealnya satu orang membaca tujuh judul buku per tahun. (rumahpengetahuan.web.id)
Sementara itu Fadli Zon, pemilik Fadli Zon Library,  menyebutkan saat ini rata-rata satu buku di Indonesia dibaca oleh lima orang. Angka itu didapat dari sebanyak 165,7 juta jiwa penduduk Indonesia, hanya memiliki terbitan buku 50 juta eksemplar per tahun. Dari 64.000 desa yang ada di Indonesia, ternyata yang mempunyai perpustakaan hanya 22%. (news.bisnis.com)
Hal itu tampaknya memang wajar terjadi, karena membaca dan menulis adalah kegiatan yang saling berhubungan. Jika Negara yang minat bacanya rendah pasti berdampak pada jumlah terbitan buku yang rendah pula. Orang memiliki kemauan menulis karena dia sering membaca dan menganggap membaca dapat menginspirasi mereka untuk tidak hanya menjadi konsumen, tapi juga produsen, yang juga giat menulis.
Membiasakan membaca sejak dini
            Sekarang, semakin banyak pegiat sosial menyadari akan pentingnya membaca. Tidak hanya bagi diri mereka sendiri, tapi mereka berusaha menularkan budaya membaca kepada orang-orang disekelilingnya. Dan berharap mereka juga akan membiasakan diri untuk membaca.
            Mereka, sesama pegiat dan penggerak sosial membentuk aliansi, bersatu untuk menumbuhkan budaya membaca dikalangan masyarakat. Contohnya, melalui Rumah Pintar yang dibentuk Yayasan Tunggadewi dan Yayasan Satoe Indonesia yang mereka dirikan, berupaya mengembangkan minat baca masyarakat yang sudah mulai hilang. Yayasan ini menyediakan buku-buku untuk dibaca khalayak ramai secara gratis tanpa biaya.
Rumah Pintar terbentuk dalam pendidikan lintas masyarakat untuk multi usia, mulai dari anak usia dini sampai dewasa. Hal itu dimaksudkan bahwa pembelajaran itu tak mengenal batasan usia. Dan bagi mereka yang sudah tua tidak perlu malu untuk membaca. Karena, mayoritas mereka yang usianya sudah tua merasa malu, dan berpikiran membaca tidak ada manfaatnya.
            Peran serta seseorang sebagai anggota rumah pintar, akan menciptakan masyarakat yang memiliki pengetahuan. Dampaknya akan menghasilkan warga yang sejahtera. Diharapkan minat membaca juga semakin tinggi.
            Selain melalui yayasan-yayasan yang terstruktur, masih banyak upaya yang dilakukan oleh pegiat sosial untuk membudayakan membaca. Tetapi, tetap saja cara yang paling efektif menumbuhkan budaya membaca dimulai sedari kecil. Mereka yang dari kecil sudah dibiasakan untuk selalu membaca, tentu akan membawa kebiasaan itu sampai dia dewasa.
            Sekarang yang patut dipertanyakan adalah peran pemerintah. Bagaimana pemerintah melalui Mendikbud mencari solusi untuk menumbuhkan minat baca masyarakat Indonesia yang sudah kronis ? Mereka pasti sudah mengerti masalah ini, tetapi mereka tidak mampu atau mungkin tidak mau perduli pada permasalahan ini. Atau bisa jadi kompetensi pendidikan yang diterapkan di Indonesia kurang tepat dan sama sekali tidak efektif  untuk menunjang minat baca siswa? Dan bagaimana anda menyikapi keadaan ini?

            

0 komentar:

Posting Komentar