my sense of imagination

ads1

Jumat, 23 Mei 2014



Sekarang, kita berjalan bersama. Bebarengan, beramai-ramai. Sangat ringan rasanya menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
Selevel kita berdiri diatas dari yang awal, mulai ada sesuatu yang memutus untuk kita melepas gandengan. Bukan untuk memutuskan hubungan. Tapi ini sebuah pilihan. Karena kita berbeda, dan pasti tidak sama. Kita remaja yang mencari jatidiri. Ego kita masih tinggi. Tentunya sejajar dengan ambisi kita. Membuat kita melepas genggaman untuk belajar bersama. Berproses bersama.
Kita memercayai hukum alam. Kita masuk bersama, belum tentu  terus bersama. Kita belajar bersama belum tentu mendapat ilmu yang sama. Ini bukan takdir. Jangan pernah bilang “rejeki saya memang Cuma segini!”. Jika itu yang terjadi, aku akan memberikan sebagian dari ku untukmu, jikalau bagian ku lebih banyak. Akan aku bagi supaya bagian kita sama rata. Tapi ini perkara lain. Dalam proses selalu ada yang lebih menderita. Derita itu juga bukan masalah takdir, lagi!. Kesulitan itu karena pilihan. Kita sendiri-sendiri yang memilih kesulitan itu.
Hidup tidak seperti lapangan depan kampus yang rata, yang hijau. Hidup itu harus-kalau saya bilang-berliku, bergeronjal. Dia tidak selalu hijau. Kadang dia tandus, gersang, lembab, berlendir, dan becek. Aku lebih memilih yang demikian. Setiap pembelajaran pun demikian. Tidak disediakan pilihan yang mudah, minimal agak sulit. Tapi tingkat kesulitan itu yang membuat kita belajar. Belajar untuk sukses.
Sedari awal, memang tidak ada forum untuk berkomitmen untuk belajar bersama. Tapi, saya dan kalian sadari, komitmen itu terbentuk sendiri. Komitmen itu tumbuh dari diri sendiri. Sedari minat untuk ikut itu tumbuh. Seberapa kuat komitmen itu, akan diuji. Kita ibarat menanam tunas pohon kelapa. Kita merawatnya bersama. Menunggu kelapa itu tumbuh besar, kersama-sama kita memupuknya. Tapi, salah satu diantara kita akan pergi. Dia tidak sabar menunggu kelapa itu berbuah. Dia sudah tidak kuat menahan haus. Dia memilih untuk membeli buah kelapa yang dijual di lapak buah-buahan. Dia merasakan keenakan disana. Tanpa bersusah payah dia merawat dan menunggu, dia sudah bisa menikmati manisnya air degan. Teman lain melihat yang demikian, tentu menggundang hasrat untuk mencobanya juga. Satu per satu dari kebersamaan kita akan memilih untuk mengikuti mereka yang sudah menemukan kemudahan. Sehingga hanya akan ada beberapa yang tetap menjaga dan merawat kelapa tadi. Beberapa tadi yang haya akan menjaga, sampai akhirnya bisa merasakan enaknya buah kelapa yang sudah ditanam dan dirawatnya. Dia akan merasakan sari dari keenakan. Tidak hanya sekedar manisnya air kelapa.

0 komentar:

Posting Komentar