my sense of imagination

ads1

Selasa, 27 Mei 2014

Dalam setiap kompetisi mesti ada pihak yang menang dan pihak yang dikalahkan. Dalam pemerintahan pun begitu, ada pihak yang menang dan yang kalah. Yang menang akan menjadi pemimpin dan berada di atas dari pihak yang kalah. Untuk sekarang, di Indonesia sendiri menerapkan bentuk pemerintahan republik konstitusional. Bentuk Pemerintahan Republik Konstitusional yang diterapkan di Indonesia memiliki ciri pemerintahan dipegang oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan yang dibatasi oleh konstitusi (UUD). Pasal 4 ayat(1)  UUD 1945 dijelaskan "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar." Presiden dibantu oleh wakil presiden saat menjalankan tugas dan kewajiban.
Di negara yang menggunakan bentuk pemerintahan republik konstitusional, kekuasaan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak diwariskan. Terdapat masa jabatan tertentu dan ketika masa jabatan tersebut habis, untuk menentukan presiden selanjutnya dilakukan melalui cara tertentu sesuai konstitusi yang berlaku. Di Indonesia cara memilih presiden adalah secara langsung melalui Pemilihan Umum(PEMILU). Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan yang diusung partai politik atau koalisi parpol.
Kini, semakin dekat saja masa jabatan lima tahun SBY. Dan bersiap calon penggantinya yang akan kita pilih bersama-sama beberapa hari ke depan. Setelah melewati dua masa pemerintahan dengan presiden yang sama, rasanya ada ketidak puasan dari masyarakat terhadap kinerja pemerintahan. Dirasa pemerintah masih belum bisa pro-rakyat dengan mendahulukan kepentingan rakyatnya. Tapi apapun itu, mereka sudah mengusahakan yang terbaik kita harus tetap memberi mereka apresiasi.
Sebenarnya kita tidak boleh menimpakan kesalahan hanya pada satu orang, hanya pada presidennya. Kita relevan saja. Seorang presiden tidak hanya bekerja sendirian. Presiden dibantu oleh semua elemen pemerintahan dari hierarki paling atas sampai paling bawah. Saya lebih suka menyoroti kinerja para pekerja pemerintahan selain presiden, yang terutama mereka pelaku tindak pelanggaran seperti korupsi. Jelas mereka menjadi pihak yang bisa disalahkan seutuhnya. Selain mengambil uang rakyat, mereka yang kala itu menjabat jabatan dipemerintah akan meninggalkan kursi kosong yang diamanatkan rakyat kepadanya. Pemerintah harus melakukan tambal sulam untuk menutupi lubang itu. Dan dampak otomatis yang ditimbulkannya, penggantinya harus menanggung pekerjaan pejabat lama yang terbengkelai, sedangkan dia sebenarnya masih perlu adaptasi.
Korupsi menjadi penyakit yang sulit diinjeksi. Dia ada bersama dengan uang. Ada uang maka akan tumbuh koruptor. Jadi korupsi sangat sulit jikalau ditiadakan. Tapi harusnya bisa lebih dikurangi dengan hkuman yang bisa membuat pelakunya jera. Indonesia sendiri menyikapi pelaku koruptor sangat lembek. Sistem hukum di Indonesia kurang tegas memberi pidana bagi pelaku korupsi. Sehingga korupsi tumbuh subur seperti diaspora yang hidup berkoloni, saling memiliki jaringan satu sama lain sesama koruptor. Jaringan itu tentu masuk juga ke dalam pemerintahan, jadi para koruptor seperti punya tembok pemisah dengan para pengadil yang ingin membuka kedok persembunyiannya.
Penindak hukum seperti tidak berdaya ketika harus melawan para penjahatnya, terutama para pejabat dan yang dilindungi pejabat.  Para pejabat bisa memperlakukan sistem hokum di Indonesia layaknya bola yang bisa dioper sesukanya. Mereka yang mengatur hokum dibawa kemana.
Ini jelas tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Indonesia butuh pertolongan secepatnya, atau membiarkan Indonesia hancr dengan sendirinya. Saya kira tidak ada pihak yang mau opsi kedua tersebut menjadi kenyataan. Presiden baru akan membawa sesuatu yang baru. Setiap orang memercayainya sambil berharap pemimpin tersebut dapat benar-benar menjadi pemimpin yang pro-rakyat. Dan mungkin pemilu tahun ini kita bisa memiliki satria piningit yang digambarkan dalam jangka jayabhaya sebagai sosok pemimpin yang adil dan bijaksana.

0 komentar:

Posting Komentar