my sense of imagination

ads1

Minggu, 24 Agustus 2014

MAKALAH
ULUMUL HADITS

Sejarah Hadits Setelah Sahabat
Dan Kodifikasi Hadits

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadits

Dosen Pembimbing :
H.Muh.Khoirul Rifa’i, M.Pd.I

IAIN TA.jpg

KELOMPOK 5
Anggota :

1.    Izaelatul Laela      (2814133095)
2.    Maya Fidanata      (2814133110)
3.    M.Hadi Khanani   (2814133123)

JURUSAN   : Tadris Matematika
KELAS        : 2D    


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
2014


KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam juga tidak lupa kami curahkan kepada nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Adapun judul makalah ini yaitu ” Sejarah Hadits Setelah Sahabat Dan Kodifikasi Hadits”.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits pada jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung.
Pada kesempatan ini pula, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen  pengampu mata kuliah Ulumul Hadits yang telah membimbing kami.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, baik untuk kelompok kami ataupun bagi pembaca serta dapat menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan tentang hadits.



Tulungagung, 5 Mei 2014
              


Penyusun


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 4
1.1    Latar Belakang.......................................................................................... 4
1.2    Rumusan Masalah...................................................................................... 4
1.3    Tujuan........................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 5
1. Sejarah Hadits Setelah Sahabat.................................................................... 5
a.         Sejarah Hadits Pada Peride Ke 4.......................................................... 5
b.        Sejarah Hadits Pada Peride Ke 5.......................................................... 7
c.         Sejarah Hadits Pada Peride Ke 6.......................................................... 8
d.        Sejarah Hadits Pada Peride Ke 7.......................................................... 10
2.    Kodifikasi Hadits........................................................................................ 11
BAB III PENUTUP......................................................................................... 13
Kesimpulan....................................................................................................... 13
DAFTAR RUJUKAN..................................................................................... 14






                                                BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam islam kedudukan hadis sebagai sumber ajaran islam menempati posisi kedua setelah al- Qur’an. Bukan saja menjadi penguat dan penjelas al- Qur’an, tetapi juga dijadikan hukum baru yang tidak atau belum dijelaskan oleh al-Qur’an. Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memperhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW meneliti dan membina hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah hadis dalam beberapa periode. Adapun para`ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam membagi periode sejarah hadis. Ada yan membagi dalam tiga periode, lima periode, dan tujuh periode.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah hadits pada peride ke 4 ?
2.      Bagaimana sejarah hadits pada peride ke 5 ?
3.      Bagaimana sejarah hadits pada peride ke 6 ?
4.      Bagaimana sejarah hadits pada peride ke 7 ?
5.      Apa yang dimaksud dengan kodifikasi hadits ?

1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui sejarah hadits pada peride ke 4.
2.      Untuk mengetahui sejarah hadits pada peride ke 5.
3.      Untuk mengetahui sejarah hadits pada peride ke 6.
4.      Untuk mengetahui sejarah hadits pada peride ke 7.
5.      Untuk mengetahui tentang kodifikasi hadits.


6.       
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah Hadits Setelah Sahabat
A.  Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah
Periode ini disebut Ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin (masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya, penulisan dan  pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah.
Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101 H, Sebagai khalifah, Umar Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam hapalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukan dan  mengumpulkan dalam buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan lenyap dari permukaan bumi bersamaan dengan kepergian para penghapalnya dan beliau khawatir akan tercampurnya hadis-hadis shahih dengan hadis palsu.
Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmin untuk membukukan hadis Rasul kepada penghapal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn `Ades, seorang ahli fiqh, murid `Aisyah r.a. dan hadis-hadis yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq, seorang pemuka tabiin dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.
Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab Az-Zuhri, seorang tabiin yang ahli dalam urusan fiqh dan hadits. Mereka inilah ulama yang mula-mula membukukan hadis atas anjuran Khalifah.[1]
Pembukuan seluruh hadist yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama hadist pada masanya.
Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukulcan hadist atas anjuran Abu `Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah ‘Abbasiyah.
            Berikut tempat dan nama-nama tokoh dalam pengumpulan hadits :
1.        Pengumpul pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80-150 H)
2.        Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
3.        Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi' Ibrl Shabih (w. 160 H)
4.        Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w. 161 H.)
5.        Pengumpul pertama di Syam, Al-Auza'i (w. 95 H)
6.        Pengumpul pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104-188 H)
7.        Pengumpul pertama diYaman, Ma'mar al-Azdy (95-153 H)
8.        Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188 H)
9.        Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 -181 H)
10.    Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa'ad (w. 175 H).
Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua Hijriah.
Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang rnasyhur di kalangan ahli hadis adalah:
1.        Al-Muwaththa', susurran Imam Malik (95 H-179 H);
2.        Al-Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H)
3.        Al-jami', susunan Abdul Razzaq As-San'any (211 H)
4.        Al-Mushannaf, susunan Sy'bah Ibn Hajjaj (160 H)
5.        Al-Mushannaf, susunan Sufyan ibn 'Uyainah (198 H)
6.        Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa'ad (175 H)
7.        Al-Mushannaf, susnan Al-Auza'i (150 H)
8.        Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H)
9.        Al-Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid Al¬Aslamy.
10.    A1-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
11.    Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
12.    Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i (204 H).
13.    Mukhtalif Al-Hadis, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i.
Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah Malik,Yahya ibn Sa'id AI-Qaththan, Waki Ibn Al-Jarrah, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi'i. [2]

B.  Periode Kelima: Masa Mentashihkan Hadis dan Penyusunan Kaidah-Kaidahnya
Para ahli hadis pada abad II H tidak memisahkan hadis dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, namun pada abad ketiga para ahli hadis memisahkan hadis dari fatwa-fatwa itu. Mereka hanya membukukan hadis-hadis saja. Pada mulanya ulama hanya mengumpulkan hadis yang terdapat di kota mereka masing-masing, hanya sebagaian kecil saja yang pergi ke kota lain untuk kepentingan hadis.[3]
Keadaan ini diubah oleh AI-Bukhari. Beliaulah yang mula-mula meluaskan daerah-daerah yang dikunjungi untuk mencari hadis. Beliau pergi ke Maru, Naisabur, Rei, Baghdad, Bashrah, Kufah, Mekah, Madinah, Mesir, Damsyik, Qusariyah, `Asqalani,dan  Himsh.
Imam Bukhari membuat terebosan dengan mengumpulkan hadis yang tersebar di berbagai daerah. Enam tahun lamanya Al-Bukhari terus menjelajah untuk menyiapkan kitab Shahih-nya.
Para ulama pada mulanya menerima hadist dari para rawi lalu menulis ke dalam kitabnya, tanpa mengadakan syarat-syarat menerimanya dan tidak memerhatikan sahih-tidaknya. Namun, setelah terjadinya pemalsuan hadis dan adanya upaya dari orang-orang zindiq untuk rpengacaukan hadis, para ulama pun melakukan hal-hal berikut.
a.         Membahas keadaan rawi-rawi dari berbagai segi, baik dari segi keadilan, tempat kediaman, masa, dan  lain-lain.
b.        Memisahkan hadis-hadis yang sahih dari hadis yang dha'if yakni dengan men-tashih-kan hadist
Ulama hadist yang mula-mula menyaring dan  membedakan hadist-hadist yang sahih dari yang palsu dan  yang lemah adalah Ishaq ibn Rahawaih, seorang imam hadis yang sangat termasyhur.
Pekerjaan yang mulia ini kemudian diselenggarakan dengan sempurna oleh Al-Imam Al-Bukhari. Al-Bukhari menyusun kitab-kitabnya yang terkenal dengan nama Al-jamius Shahil. Di dalam kitabnya, ia hanya membukukan hadis-hadis yang dianggap sahih. Kemudian, usaha A1-Bukhari ini diikuti oleh muridnya yang sangat alim, yaitu Imam Muslim.
Sesudah Shahih Bukhari dan  Shahih Muslim, bermunculan imam lain yang mengikuti jejak Bukhari dan Muslim, di antaranya Abu Dawud, At-Tirmidzi,dan  An-Nasa'i. Mereka menyusun kitab-kitab hadis yang dikenal dengan Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslirn, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi,dan  Sunan An-Nasa'i. Kitab-kitab itu kemudian dikenal di kalangan masyarakat dengan judul Al-Ushul Al-Khamsyah.
Di samping itu, Ibnu Majah menyusun Sunan-nya. Kitab Sunan ini kemudian digolongkan oleh para ulama ke dalam kitab-kitab induk sehingga kitab-kitab induk itu menjadi sebuah, yang kemudian dikenal dengan nama Al-Kutub Al-Sittah.[4]

C.  Periode Keenam: Dari Abad IV hingga Tahun 656 H.
Periode keenam ini dimulai dari abad IV hingga tahun 656 H, yaitu pada masa `Abasiyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan Ashru At-Tahdib wa At-Tartibi wa Al-Istidraqi(masa Pemeliharaan,Penertiban dan Penambahan). Ulama-ulama hadis yang muncul pada abad ke-2 dan ke-3, digelari Mutaqaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan semata-mata berpegang pada usaha sendiri dan  pemeriksaan sendiri, dengan menemui para penghapalnya yang tersebar di setiap pelosok dan penjuru negara Arab, Parsi, dan lain-lainnya.
Setelah abad ke-3 berlalu, bangkitlah pujangga abad keempat. Para ulama abad keempat ini dan seterusnya digelari `Mutaakhirin'. Kebanyakan hadist yang mereka kumpulkan adalah petikan atau nukilan dari kitab-kitab Mutaqaddimin, hanya sedikit yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para penghapalnya.
Pada periode ini muncul kitab-kitab sahih yang tidak terdapat dalam kitab sahih pada abad ketiga. Kitab-kitab itu antara lain:
1.        Ash-Shahih, susunan Ibnu Khuzaimah
2.        At-Taqsim wa Anwa', susunan Ibnu Hibban
3.        Al-Mustadrak, susunan Al-Hakim
4.        Ash-Shalih, susunan Abu `Awanah
5.        Al-Muntaqa, susunan Ibnu Jarud
6.        Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibn Abdul Wahid Al-Maqdisy. Di antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting dalam periode ini adalah:
1.        Mengumpulkan Hadis Al-Bukhari/Muslim dalam sebuah kitab.
Di antara kitab yang mengumpulkan hadis-hadis Al-Bukhari dan Muslim adalah Kitab Al Fami' Bain Ash-Shahihani oleh Ismail Ibn Ahmad yang terkenal dengan nama Ibnu Al-Furat (414 H), Muhammad Ibn Nashr Al-Humaidy (488 H); Al-Baghawi oleh Muhammad Ibn Abdul Haq Al-Asybily (582 H).
2.        Mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab enam.
Di antara kitab yang mengumpulkan hadis-hadis kitab enam, adalah Tajridu As-Shihah oleh Razin Mu'awiyah, Al-Fami' oleh Abdul Haqq Ibn Abdul Ar-Rahman Asy-Asybily, yang terkenal dengan nama Ibnul Kharrat (582 H).
3.        Mengumpukan hadis-hadis yang terdapat dalam berbagai kitab.
Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis dari berbagai kitab adalah: (1) Mashabih As-Sunnaholeh Al-Imam Husain Ibn Mas'ud Al-Baghawi (516 H); (2) Yami'ul Masanid wal Alqab, oleh Abdur Rahman ibn Ali Al-Jauzy (597 H); (3) Bakrul Asanid, oleh Al-Hafidh Al-Hasan Ibn Ahmad Al-Samarqandy (49I H).
4.        Mengumpulan hadis-hadis hukum dan menyusun kitab-kitab ‘Atkraf.[5]
D.  Periode Ketujuh (656 H-Sekarang)
Periode ini adalah masa sesudah meninggalnya Khalifah Abasiyyah ke XVII Al-Mu'tasim (w. 656 H.) sampai sekarang. Periode ini dinamakan Ahdu As-Sarhi wa Al Jami' wa At-Takhriji wa Al-Bahtsi, yaitu masa pensyarahan, penghimpunan, pen-tahrij-an, dan pembahasan.
Pada periode ini disusun Kitab-kitab Zawa'id, yaitu usaha mengumpulkan hadis yang terdapat dalam kitab yang sebelumnya ke dalam sebuah kitab tertentu, di antaranya Kitab Zawa'id susunan Ibnu Majah, Kitab Zawa'id As-Sunan Al-Kubra disusun oleh Al-Bushiry, dan masih banyak lagi kitab zawa'id yang lain.
Di samping itu, para ulama hadis pada periode ini mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam beberapa kitab ke dalam sebuah kitab tertentu, di antaranya adalah Kitab Fami' Al-Masanid wa As-Sunan Al-Hadi li Aqwami Sanan, karangan Al-Hafidz Ibnu Katsir, dan fami'ul  fawami susunan Al-Hafidz As-Suyuthi (911 H).
Banyak kitab dalam berbagai ilmu yang mengandung hadis-hadis yang tidak disebut perawinya dan pen-takhrij-nya. Sebagian ulama pada masa ini berusaha menerangkan tempat-tempat pengambilan hadis-hadis itu dan nilai-nilainya dalam sebuah kitab yang tertentu, di antaranya Takhrij Hadis TafsirAl-Kasysyaf karangan Al-Zailai'i (762), Al-Kafi Asy-Syafi fi Tahrij Ahadits Al-
Kasyasyaf oleh Ibnu Hajar Al-`Asqalani, dan masih banyak lagi kitab takhrij lain.
Sebagaimana periode keenam, periode ketujuh ini pun muncul ulama-ulama
hadis yang menyusun kitab-kitab Athraf, di antaranya Ithaf Al-Maharah bi Athraf Al- Asyrah oleh Ibnu Hajar Al-`Astqalani, Athraf Al-Musnad Al-Mu'tali bi Athraf Al-Musnad Al-Hanbali oleh Ibnu Hajar, dan masih banyak lagi kitab Athraf yang lainnya. Tokoh-tokoh hadis yang terkenal pada masa ini adalah: (1) Adz-Dzahaby (748 H), (2) Ibnu Sayyidinnas (734 H), (3) Ibnu Daqiq Al-`Ied, (4) Muglathai (862 H), (5) Al-Asqalany (852 H), (6) Ad¬Dimyaty (705 H), (7) Al-`Ainy (855 H), (8) As-Suyuthi (911 H), (9) Az-Zarkasy (794 H), (10) Al-Mizzy (742 H), (11) Al-`Alay (761 H), (12) Ibnu Katsir (774 H), (13) Az-Zaily (762 H), (14) Ibnu
Rajab (795 H), (15) Ibnu Mulaqqin (804 H), (16) Al-Bulqiny (805 H),  (17) Al-`Iraqy (w. 806 H), ,(18) Al-Haitsamy (807 H), dan (19) A’ u Zurah (826 H).[6]

2.    Kodifikasi Hadits
Proses kodifikasi hadits atau tadwiin al-Hadits yang dimaksudkan adalah
proses pembukuan hadits secara resmi yang dilakukan atas instruksi Khalifah, dalam hal ini adalah Khalifah Umar bin Abd al-Aziz (memerintah tahun 99-101 H). Beliau merasakan adanya kebutuhan yang sangat mendesak untuk memelihara perbendaharaan sunnah. Untuk itulah beliau mengeluarkan surat perintah ke seluruh wilayah kekuasaannya agar setiap orang yang hafal Hadits menuliskan dan membukukannya supaya tidak ada Hadits yang akan hilang pada masa sesudahnya.
Ada tiga hal pokok yang melatarbelakangi mengapa Khalifah Umar bin Abdul al-Aziz mengambil kebijakan untuk memberi intruksi tersebut :
1.      Ia khawatir hilangnya hadis-hadis, dengan meninggalnya para ulama di medan perang.
2.      Ia khawatir akan tercampurnya antara hadis-hadis yang shahih dengan hadis-hadis palsu.
3.      Semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam.
Khalifah menginstruksikan kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Hazm (w. 117 H) Gubernur Madinah untuk mengumpulkan hadits-hadits yang ada pada Amrah binti Abd al-Rahman bin Saad bin Zahrah al- Anshariyah (21-98 H) dan al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr al-Shiddiq. 
Pengumpulan al-Hadits khususnya di Madinah ini belum sempat dilakukan secara lengkap oleh Abu Bakar bin Muhammad bin Hazm dan akhirnya usaha ini diteruskan oleh Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhri (w. 124) yang terkenal dengan sebutan Ibnu Syihab al-Zuhri.
Beliaulah sarjana Hadits yang paling menonjol di jamannya. Atas dasar ini Umar bin Abd al-Aziz pun memerintahkan kepada anak buahnya untuk menemui beliau. Dari sini jelaslah bahwa Tadwin al-Hadits bukanlah semata-mata taktib al-Hadits (penulisan al-Hadits).[7]



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Sejarah Hadits Setelah Sahabat
A.    Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah
B.     Periode Kelima: Masa Mentashihkan Hadis dan Penyusunan Kaidah-Kaidahnya
C.     Periode Keenam: Dari Abad IV hingga Tahun 656 H.
D.    Periode Ketujuh (656 H-Sekarang)
2.    Kodifikasi Hadits
Proses kodifikasi hadits atau tadwiin al-Hadits yang dimaksudkan adalah proses pembukuan hadits secara resmi yang dilakukan atas instruksi Khalifah, dalam hal ini adalah Khalifah Umar bin Abd al-Aziz (memerintah tahun 99-101 H).
Ada tiga hal pokok yang melatarbelakangi mengapa Khalifah Umar bin Abdul al-Aziz mengambil kebijakan untuk memberi intruksi tersebut :
1.Ia khawatir hilangnya hadis-hadis, dengan meninggalnya para ulama di medan perang.
2.Ia khawatir akan tercampurnya antara hadis-hadis yang shahih dengan hadis-hadis palsu.
3.Semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam.



DAFTAR RUJUKAN

Aglayanah, Al-Makki, Metode Pengajaran Hadits: Pada Tiga Abad Pertama, terj. Amir Hamzah Fachruddin. Jakarta : Granada Nadia. 1995
Ahmad, Muhammad, dkk. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia. 2005
Shiddiqiey,TM.Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist.Semarang: Pustaka Rizki Putra.2001



0 komentar:

Posting Komentar